Kamis, 07 Mei 2009
Tender Software Pendidikan Tidak Ramah Industri Lokal
Masyarakat Industri Kreatif TIK Indonesia (MIKTI) beserta 4 asosiasi terkait berharap Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menunda proses lelang pengadaan software pembelajaran virtual laboratorium untuk SMP, karena mengarah ke software asing. Jika ini lolos maka pemerintah tidak berpihak pada produk lokal.
Hal tersebut diungkap Sekretaris Jenderal Mikti Hari Sungkari dalam Jumpa Pers Soal Tender Software Asing di Depdiknas di Jakarta, Kamis (7/5). "Keberpihakan tersebut harus berlandaskan azas kompetensi tidak adanya monopoli. Dengan demikian keberpihakan ini akan menumbuhkan kompetisi yang sehat serta menyuburkan inovasi," kata Hari.
Sebagai lembaga independen, katanya, Mikti bebas untuk mengkritik siapa saja yang tidak berpihak pada software lokal. Karena software lokal tidak kalah dengan luar negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya software buatan anak bangsa yang telah diekspor ke puluhan negara. Produk tersebut juga menjadi "One of The Best in The World" dari 168 negara peserta dalam lomba "World Summit Award" yang diselenggarakan PBB.
Lebih lanjut ia mengatakan jika menggunakan software asing itu tidak mewakili budaya lokal. Menurutnya, software asing akan sulit untuk diadopasi dalam dunia pendidikan Indonesia. "Akan ada benturan budaya," katanya.
Masalah lain yang akan ditimbulkan, katanya, adalah akan mematikan para inovator lokal dalam bidang teknologi industri. "Jika karya mereka tidak dibeli mereka akan 'mati'. Mungkin mereka akan berpikir lebih baik menjadi agen produk luar negeri. Dengan begitu, barang ada yang beli dan dapat uang," ungkap Hari.
Menurut Hari, tender yang dimaksud telah diiklankan di harian "Media Indonesia" pada hari Rabu (8/4) dan telah dilakukan Rapat Penjelasan pada Senin (20/4). Namun, pada lelang ini tidak secara eksplisit menekankan Inpres No. 2 tahun 2009 tentang peningkatan penggunaan produk dalam negeri, sebaliknya mengutamakan syarat bahwa produk dalam negeri memenuhi spesifikasi tertentu. "Padahal spesifikasi yang disyaratkan hanya bisa disediakan pengembang dari luar negeri," kata Hari.
Jika memang dari luar negeri, tambahnya, sampai saat ini produk asing tersebut belum pernah menjalani proses akreditasi oleh Depdiknas sebagai produk asing yang akan dipakai siswa-siswi di Indonesia. "Akreditasi adalah proses pengujian produk oleh para pakar pendidikan Indonesia apakah produk tersebut cocok dipakai di Indonesia," katanya.
Mereka yang berkeberatan dengan langkah Depdiknas tersebut adalah Mikti, Paguyuban Pengembang Software Edukasi Indonesia dengan koordinator Hary S. Candra, Asosiasi Piranti Lunak Telematika Indonesia yang diketuai Djarot Subiantoro, Asosiasi Guru Sains Se-Indonesia dengan ketua Yuyun R. Nur Yusuf, Klub Guru Indonesia dengan ketua Satria Dharma, dan Pengamat Pendidikan Darmaningtyas.
Kalau Depdiknas saja tidak membela konten lokal, bagaiman dengan yang lain?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar